Pada
Artikel kali ini, saya mencoba untuk
membahas tentang Tanaman berdaun varigata. (studi kasus Anubias pinto dan White) Pertanyaan
pertama adalah Apa itu Varigata ??
Variegata merupakan istilah dari bagian dari tanaman (Umumnya
Daun) yang memiliki perbedaan warna dengan warna aslinya, letaknya berdampingan
dalam satu bagian tubuh tanaman. Dalam kenyataan di lapang, variegata
mengekspresikan bagian tanaman berupa belang atau bercak dengan warna berbeda
dari warna daun aslinya. Umumnya warna variegata yaitu Putih, Kuning dan Orange
yang tidak dominan, contohnya pada tanaman yang kita lihat pada Anubias Pinto
yang memiliki variegata berwarna putih pada bagian daunnya. Namun ada pula
variegata yang luasnya dominan bahkan bercak merata ke seluruh Daun sehingga
warna yang ditampilkan hanya putih saja, atau juga kita sebut dengan Anubias
White. Terlihat contoh pada gambar.
![]() |
| Anubias Pinto |
![]() |
| Anubias White |
Lalu, Bagaimana sebenarnya variegata itu bisa muncul ?
Pada
dunia pertanian variegata atau juga disebut dengan chimera, muncul akibat perubahan
genetik tanaman, bisa disebabkan oleh faktor internal (genetik), mutasi gen, maupun
karena buatan(seperti modifikasi gen dalam
laboratorium). Berdasarkan informasi yang di lansir dari Horteens. Pada perkembangan tanaman, warna variegata tidak
selalu dapat tumbuh dengan baik. Bagian ini terkadang kembali seperti semula
berwarna hijau. Ada 2 kemungkinan hal ini dapat terjadi, yaitu karena sel
variegata bersifat mutasi balik (tidak permanent) dan karena sel variegata
tidak sempurna / lemah. Sifat lemah variegata mengakibatkannya mudah terserang
penyakit / tidak dapat “bersaing” dengan sel sehat dalam mendapatkan suplai
makanan, akibatnya sel tersebut mati dan tidak berkembang. Oleh karena itu tak
jarang ada beberapa kasus pemilik anubias pinto, warna daunya kembali menjadi
hijau.
Fakta lain juga telah membuktikan, bahwa untuk memperoleh
tanaman varigata, dapat diperoleh bukan saja karena buatan Laboratorium. Akan tetapi
dengan penambahan zat kimia tertentu, yang pada prinsipnya “menghambat” tanaman
untuk membentuk klorofil (zat hijau pada daun).
Edhi Sandra, pemilik Esha Flora yang sekaligus pakar
Fisiologi Tanaman dan Staf pengajar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
(IPB) telah melakukan eksperimen mengenai Varigata Buatan. Edhi menjelaskan,
secara fisiologis varigata muncul akibat genetik maupun buatan. Yang dimaksud
buatan, adalah memodifikasi kondisi fisiologis tanaman agar tak mampu
menghasilkan klorofil. Cara termudah adalah dengan menurunkan PH. Pada kondisi
asam, logam berat terlepas dari tanah dan membuat tanaman keracunan logam.
Sayangnya, teknik sederhana itu bukanlah membuat varigata, tetapi
mengkondisikan tanaman agar terjadi proses defoliation alias menurunkan pigmen
warna hijau. Ini tidak akan permanen/ tidak bisa diturunkan.
Lebih lanjut, Edhi telah melakukan percobaan pada tanaman
hiasnya (Studi pada Tanaman Anthurium). Untuk membuat mutasi diperlukan senyawa pemicu. Dari
pengalaman diketahui pemakaian Hormon giberelin membuat tanaman pucat dan
berwarna keputihan. Karane pada fungsinya, giberelin melipatgandakan sel
sehingga tanaman tak sempat membuat klorofil. Selain giberelin, dibutuhkan pula
sitokinin yang menghambat akar dan auksin yang menghambat pucuk. Maka sitokinin
dan auksin seimbang dicampur dengan giberelin yang lebih tinggi. 'Tujuannya
pembentukan akar dan pucuk terhambat, tapi pembelahan sel cepat,' tutur Edhi.
Langkah
berikutnya tambahkan ramuan dengan magnesium sebagai penyusun warna minor daun.
Hara Mikro yang diperkaya dengan boron dan mangan. Kedua unsur itu membantu
pembentukan tunas. 'Semua zat pengatur tumbuh dan unsur kimia dicampur jadi
satu. Lalu semprotkan pada mata tunas yang terletak di bonggol,' katanya. Agar
perubahan terjadi sampai ke tingkat gen, maka dibutuhkan sentakkan yang
menghambat proses pembelahan secara mendadak. Caranya dengan menyemprot
cholchicine, zat penghambat. Cholchicine bersifat poliploid sehingga bila
mengenai tangan manusia membuat sel dalam tubuh membelah berlipat ganda.
Ramuan
pembuat variegata itu cukup disemprotkan ke seluruh bagian tanaman dan media
sampai basah kuyup. Penyemprotan dilakukan setiap hari selama 1-2 minggu
sebanyak 10-20 cc. Selama perlakuan tanaman tidak perlu dipupuk. 'Bila mau
dipupuk, lakukan setengah dari dosis anjuran. Pakai juga pupuk rendah N,' saran
Edhi. Penyiraman dilakukan 2 hari sekali agar hormon yang disemprotkan tidak
tercuci. Setelah 2 minggu, perlakuan dihentikan.
Bila
perlakuan tak dihentikan, tanaman mati. Selama penyemprotan biasanya tanaman
merana. Akar dan bonggol busuk, atau pucuk mati. Untuk itu, pascaperlakuan
diberikan myoinositol sebagai energi tambahan. Atau berikan larutan gula, pupuk
organik, dan KNO3 untuk memulihkan tanaman. Lantaran risiko itulah, Edhi hanya
menyarankan perlakuan diberikan pada tanaman sehat dengan diameter bonggol di
atas 2 cm. 'Bila disemprotkan pada tanaman muda, besar kemungkinan mati,' katanya.
Dari percobaan diatas setidaknya beliau telah berhasil membuat 5 tanaman hias
berubah menjadi varigata secara permanen.
Semoga penjelasan di atas dapat memberikan wawasan kepada kita semua. Semoga Membantu J
Salam
Semoga penjelasan di atas dapat memberikan wawasan kepada kita semua. Semoga Membantu J
Salam


0 komentar:
Posting Komentar